“Ibu, bilang Hidup itu seperti
kuas yang menggores kanvas dan Cinta itu seperti kapas. Aku suka kapas karena
kapas selalu bisa membantuku menghentikan luka akibat memar di tubuh”, seru
Annisa. Ia melepaskan kapas dari satu bagian yang lain lalu menggulung kapas
tersebut menjadi gumpalan kecil. “Rio, kamu setuju sama pendapatku?” Tanya
Annisa. “Hhm, sedikit. Aku juga suka kapas soalnya unik aja”, seru cowok
berdarah Thailand dan Perancis-Indo itu. Annisa menengadahkan wajahnya ke langit.
Hari itu langit cukup cerah di Taman Asri. Bunga Bakung dan Bunga Teratai yang
hidup dalam kelompok kecil di pinggiran danau, tersenyum penuh semangat
menyambut matahari yang riang gembira. Bakan ikan-ikan kecil di danau ikut
gembir, sesekali ikan-ikan itu mendekati kaki panjang nan indah milik Annisa
yang masuk ke dalam danau tersebut. Dengan hanya dibalut tanktop hijau dan
Jeans pendek putih, Annisa tak canggung bertemu dengan Rio teman baru
sekolahnya.
***
“Nama saya Alfonso Armadillo Rio.
Saya biasa dipanggil Rio,senang berkenalan denga teman-teman”, Ro membungkukkan
badannya. “Oke Rio, sekarang kamu duduk dibelakang Annisa”, seru Ibu Felis. Rio
mengangguk dan bergegas duduk dibelakang gadis manis bernama Annisa. “Hai,
namaku Rio.nama kamu siapa?” Tanya Rio sambil mencodongkan badannya ke depan.
“Nama itu adalah tanda-tanda itu adalah arti sebuah peristiwa. Dan aku enggak
mau terjadi peristiwa apapun”, kata Annisa lalu kembali menulis dalam buku
catatan. “Cewek aneh diajak kenalan malah ngasih syair”, piker Rio dalam hati.
***
Jam istirahat berbunyi. Rio
segera bergegas ke kantin bersama teman-teman barunya. “Woy Rio, pas di Paris
kamu sekolah dimana?” ujar Martin. “Oh, aku homeschooling”, jawabnya. “Gila,
keren banget. Kamu kan masih SD, masa udah homeschooling. Suer, mantap!” seru
Vino. Rio tersenyum. Ia dan teman-temannya menyantap batagor yang sudah mereka
pesan. Tatkala, Rio melihat gadis manis berambut panjang itu duduk dibawah
pohon mangga sambil membuka kotak makanannya. Rio lalu mengahmpiri gadis manis
tersebut. “Disini selalu terasa sejuk.aku suka disini”, seru Annisa pada
dirinya sendiri. “Hei, kamu Annisa kan? Boleh aku duduk disini?” Tanya Rio.
“Manusia Hidup di dunia ini punya Hak Asasi. Jadi, apapun yang kamu lakukan,
lakukan saja tidak ada yang melarang”, seru Annisa lembut. “Oh, okay. I know
it”, kata Rio sambil duduk disamping Annisa dengan kikuk. Rio berdeham, “Hhm,
Annisa, aku boleh Tanya sesuatu gak?” Annisa mengangguk. “Kamu kan masih SD,
kenapa cara bicaramu berat gitu sih?” Tanya Rio ingin tahu. “Sikap dan tingkah
laku tidak terikat pada usia ataupun pengalaman. Tetapi terikat pada keinginan
manusia itu sendiri”, jelasnya. “Okay, tapi kurasa itu kurang pantas untuk
diucapkan seorang bocah yang masih berumur 10 Tahun!”, seru Rio membela.
“Dengar ya, Alfonso Armadillo Rio, apapun yang keluar dari mulut setiap manusia
itu adalah haknya dan sebagai seorang manusia kamu tidak berhak melarangnya
karena, Hak semua manusia untuk bicara sesuka hati mereka juga berperilaku
seperti yang mereka mau. You understand? Sorry, but I have to go. Bye”, jelas
Annisa.
***
“Mommy, Daddy, kita mau kemana
sih?” Tanya Rio tidak sabar. “Honey, kita akan pergi ke rumah temen Mommy and
Daddy, okay”, seru seorang Ibu yang duduk dikursi depan. “Mommy, aku gak peduli
sama mereka, kenapa sih kita harus ketemuan sama mereka, seru Rio sambil
membanting Ipadnya. “Son, They are MyFriend and Daddy berjanji untuk bertemu
sama mereka”, kata Ayah Rio yang sedang sibuk menyetir. Rio hanya mendengus, ia
lalu menyalakan I-phonenya dan membuat status di Twitter @RioAlfonsodillo:
“Today is Bad. Disekolah ketemu cewek aneh yang ngomongnya ngelantur dan kayak
penyair gitu. Terus sekarang gue harus di dalam mobil menunggu ke acara reunion
kuno ala MyFarent. It’s not unbelievable. Damn it”.
***
“You?” seru Rio terkejut.
“Mamangnya aku hantu, sampai-sampai kamu terkejut seperti itu”, kata Annisa.
Ini gak mungkin teriak Rio dalam hati. “Oh, Leni This is your Child? Oh, she is
so sweet and Pretty” kata Ibu Rio. “Thank’s Jeany. Annisa ayo beri salam”, ujar
wanita yang merupakan Ibu Annisa. Perkenalan itu tak lama, seteah beberapa
menit yang tersisa hanya mereka berdua.
“So, kamu tinggal disini?” Tanya Rio sok cool. “Sudah jelas, bukan”, jawab
Annisa. Rio memandang sekeliling. Dalam rak banyak tumpukan buku-buku ilmiah
samapi buku yanhg diluar nalar. “Pantas saja kamu pandai bicara, ternyata kamu
suka membaca, ya?” Tanya Rio setelah duduk di Sofa. Annisa terdiam. “hei,
kenapa diam?” Tanya Rio lagi. “Kamu mau jadi teman aku?” seru Annisa tegas.
“Hah, apa? Teman?” Rio terkejut bukan main.
***
Seharusnya hari itu, aku tidak
mengajakmu untuk berteman iya kan, Rio!” kata Annisasedih. “Gak masalah kok,
lagi pula aku senang bisa berteman sama kamu”, ujar Rio. “Tapi, ini semua
gara-gara aku, kamu jadi seperti ini”, kini air mata Annisa mulai jatuh
perlahan. “Annisa, Annisa kamu sedang apa di danau ini? Mama mencarimu
kemana-mana”, seru Ibunya. “Annisa, sedih ma. Annisa merasa bersalah”, kini
Annisa menangis di dalam pelukan Ibunya. Ia lalu melihat Rio tersenyum dan
menghilang. “Rio” teriak Annisa. “Sayang, Rio kan sedang di ICU.dia pasti akan
cepat sadar”, hibur Ibunya. “Tapi, nanti dia kaya mas Ivan, ma. Annisa memang
bawa sial”, kini tangisnya semakin
kencang. “Annisa, sayang sudah jangan menangis. Rio pasti selamat. Dia
pasti sembuh. Kamu tenang saja, ya!” hibur Ibunya lagi sambil memeluk erat
Annisa.
***
“Kapas itu indah ya, putih,
bersih, dan lembut”, kata Annisa seraya meniup gumpalan kapas ditangannya.
“Haha iya, kamu mau tahu apa lagi fungsi kapas yang lain?” ujar Rio. “Apa?”
Tanya Annisa penasaran. “Kapas itu selain putih, bersih, dan lembut. Dia juga
bisa menghentian luka. Dia bisa menghambat darah yang mengalir”, jelas Rio
bersemangat. “Dan kamu tahu, apa yang membuat ku ingin menjadi kapas?” Tanya
rio lagi. “Apa itu?” jawab Annisa penasaran lagi. “Aku ingin menyumbat luka
rasa bersalah yang ada dihatimu dan menghapus setiap pikiran-pikiran logika
yang dibenakmu tentang Hidup yang menurutmu hanya sebuah Ilusi. Aku ingin
menyentuhmu dengan Cinta walau hanya sebatas kapas. Tapi cinta yang ku berikan
selembut kapas yang bersih dan putih ini”, ujar Rio panjang lebar. Annisa
menunduk setelah mendengar semua kata-kata itu. Rio mendekati Annisa dan
mengangkat dagunya. “Annisa, kamu gak perlu menyalahkan dirimu sendiri atas
semua yang terjadi. Semua yang terjadi sudah ditentukan oleh Tuhan. Dia yang
paling tahu kapan Fajarnya dan kapan terbenamnya seseorang. Dia sudah
memberikan rencana yang terbaik dari setiap rancangannya. Yang harus kamu
lakukan adalah lihat, dengar, dan ikuti perintahnya. Aku tahu kamu pasti
mengerti Annisa”, lalu Rio mencium kening Annisa. “Rio….” Annisa terbangun dari
tidurnya. Itu kenangan terakhir yang di miliki Annisa sebelum kecelakaan menimpa
Rio. Kini Annisa berjalan ke arah jendela. “Rio”, ujarnya pelan. “Aku selalu
berubah. Kini senyum selalu menghias di wajah ku”, katanya pada dirinya
sendiri. “Rio”, ujar ke arah sumber suara. Ia tersenyum . “Sudah Sepuluh Tahun
yah...” ujarnya lagi.
kerennn
BalasHapus